Ada apa gerangan yang terjadi padamu akhir-akhir ini?
Seperti ada jarak yang Kamu buat. Serupa jurang pemisah yang sangaat dalam. Yang siapapun enggan melewatinya. Tapi aku ingin menjadi orang yang bisa melewati jurang itu.
Aku tahu. Dibutuhkan spasi untuk menyatukan dua kata untuk
menjadi frasa. Supaya dapat dibaca. Namun bagaimana jika spasi itu terlalu
renggang? Apa yang terjadi pada kedua kata tadi? Masihkah mereka bermakna?
Anggap kedua kata itu adalah kita. Dan spasi itu adalah jarak yang kamu ambil.
Masihkah makna itu ada?
Yang paling aku takutkan adalah ketika kamu mengambil jarak tanpa adanya alasan. Tanpa Aku tahu apa penyebabnya.
Ada apa? Kenapa Kamu masih tak mau bicara?
Di hari yang sunyi. Pada sepi sendiri ini aku seketika teringat
Kamu. Dan puluhan jutaan kata-kata di percakapan kita. Dan rindu yang
selalu. Yang mungkin kamu tak tahu.
Aku cuma bisa menerka-nerka apa yang ada di dalam fikiranmu.
Tapi, manusia memiliki keterbatasan bukan? Dan selama ini aku hanya bergantung
pada firasat (yang mungkin kadang salah) dan kelakuanmu akhir-akhir ini selalu
mengandung tanda tanya besar di kepala. Melebihi rumitnya menghitung angka-angka
prima. Aku cemas. Kecemasan datang dari ketidaktahuan*
Iya, Aku tidak tahu apa-apa. Atau mungkin Aku terlalu berlebihan sehingga menganggap apa-apa menjadi kenapa-kenapa padahal tidak ada apa-apa dan sejatinya tidak kenapa-kenapa (?)
(Pada dini hari yang sunyi.
Pada sendu yang kelabu karena kamu terlalu abu-abu.
Kenapa dan Apa masih menjadi pertanyaan retorikal yang cukup bebal.)
Dariku.
Dengan rindu yang selalu.
Dita Amalia,
23-04-15
*salah satu kalimat dari buku cantik itu luka-eka kurniawan