Manisku, tahukah kamu, siapa yang setiap malam menangisimu diam-diam?
Menjerit di dalam hatinya
Pipinya menganak sungai
Mengalir ruap air yang tak lagi bisa dibendung
Oleh kedua mataku.
Manisku, siapa yang benar-benar kamu cintai?
Dia atau Saya?
Mulutmu boleh saja tak jujur tapi hatimu tak bisa berlama-lama menanam dusta.
Binar hampa di kedua bola matamu itu,
tak bisakah ia sirna oleh sosokku saja?
Masih damba kah kau pada perempuan itu?
Oh perempuan, kasihanilah manisku.
Yang mendamba penuh harap padamu
Yang dengan sepenuh hati dan hidupnya memuja
keindahanmu, kebaikanmu, kecantikanmu
Oh manisku, haruskah saja aku yang berpaling?
catatan malam penat tanpa maksud menghujat
siapa-siapa.
Dita Amalia,
28/05/17
Rabu, 31 Mei 2017
Minggu, 19 Maret 2017
Memoar
Resah kedua lenganku terpekur menanti sambutmu
gejolak menyapu seluruh tubuhku serupa api melalap habis apa-apa menjadi abu
meski begitu, akan kudekap kau lekat-lekat dalam sebuah ninabobo yang memabukkan
sampai kau terlena
dan aku terbuai dalam khayal yang kuciptakan sendiri.
Sebab malam tak mampu menepikan engkau padaku
gejolak menyapu seluruh tubuhku serupa api melalap habis apa-apa menjadi abu
meski begitu, akan kudekap kau lekat-lekat dalam sebuah ninabobo yang memabukkan
sampai kau terlena
dan aku terbuai dalam khayal yang kuciptakan sendiri.
Sebab malam tak mampu menepikan engkau padaku
Perihal Matamu #1
Aku pernah berangan-angan bagaimana tenggelam di matamu.
Lautan paling beriak yang menghayutkan. Mata itu. Kenapa harus aku jatuh cinta
pada sepasang mata indah itu? Tak bisa kurengkuh bahkan dalam nyanyian ombak
paling syahdu.
Tatapanmu surutkan aku
Rabu, 15 Maret 2017
2017
Lama sekali ya rasanya aku tak bertegur sapa pada tulisanku
yang mengendap ini. Sulit untuk memulai lagi kurasa.
Dia tahu, Dan Dia mengingatkan aku untuk menulis lagi setiap
tahun berganti. Jadi, kupastikan bahwa tudingannya untuk tulisanku soal tahun
baru adalah benar. Aku tergerak untuk menulis lagi.
Jadi, kita di sana. Di tempat tinggi yang kita sebut
sebagai basecamp. Kita menunggu tahun berganti meskipun perasaan dari masing-masing kita telah bersarang dan akan tetap seperti ini. Kita duduk berdua menatap langit dan sorak sorai orang-orang yang sibuk mempersiapkan apa pun. Duduk berdua dengannya saja membuatku sangat bahagia. Kita menunggu sampai senja usai, disaput hitamnya malam dan manik-manik cahaya mulai menampakkan wujudnya di kejauhan.
Aku selalu suka menatapnya. Dia seperti seseorang yang sudah kukenal sangat lama dari zaman dahulu kala. Tapi dia juga seperti seseorang yang baru, yang membuatku canggung karena setiap kali aku menatapnya, berkali-kali pula aku jatuh cinta.
Aku selalu suka menatapnya. Dia seperti seseorang yang sudah kukenal sangat lama dari zaman dahulu kala. Tapi dia juga seperti seseorang yang baru, yang membuatku canggung karena setiap kali aku menatapnya, berkali-kali pula aku jatuh cinta.
Malam ini, ketika orang-orang sibuk untuk berfoto ria dalam
kamera, cahaya-cahaya itu cukup kurekam saja dalam memori. Sebab, cukup bagiku
menikmati malam penuh cahaya ini bersamamu. Detik yang melaju tak ingin kulewati hanya dengan berfoto mengabadikan momen tahun baru seperti orang-orang. Aku ingin momen ini tersimpan rapi dalam memori. Malam ini, kita abadi bersama lautan cahaya kembang api.
Terimakasih, Tuhan. Di tahun yang baik ini, kau mempertemukan
aku dengan dia. Verso untuk Recto. Semoga di tahun yang baru ini, hingga tahun
tahun berikutnya, Kau masih berkenan untuk membuatku selalu dekat dengan dia.
Semoga Aku dan dia bisa melewati tahun-tahun berikutnya, bersama-sama. Selama lamanya.
Lalu kubisikkan kata-kata itu di sela-sela indra pendengarannya. Menelusup masuk ke gendang telinganya, sampai tepat di hatinya;
"...Aku mencintaimu..."
Dita Amalia
1 Januari 2017
(Baru terposting sekarang)
Lalu kubisikkan kata-kata itu di sela-sela indra pendengarannya. Menelusup masuk ke gendang telinganya, sampai tepat di hatinya;
"...Aku mencintaimu..."
Dita Amalia
1 Januari 2017
(Baru terposting sekarang)
Langganan:
Postingan (Atom)