Lama tidak muncul, kini Aku muncul dengan beragam haru biru sekaligus habbit yang baru.
Iya, kemarin kemarin yang punya blog ini patah hati. Jadi
blog pun enggan dilirik apalagi disentuh. Inget sepatu kanan yang pernah Aku
ceritakan?
Kali ini sepatu kananku berada di rak yang berbeda. Ada
sekat yang menghalangi kita untuk bisa berjalan beriringan lagi.
Aku rindu sepatu kananku. Tapi seperti biasa, selagi rindu, Aku, selaku si sepatu
kiri tidak bisa melakukan apa-apa.
Aku baru sadar
ternyata rasa peduli yang berlebihan pun bisa membuat kita sakit. Akhir-akhir ini aku merasa seperti berjuang sendirian. Aku sudah
menurunkan gengsi, mengesampingkan ego. Tapi, rasa sakit itu juga menjalar. Hingga
akhhirnya aku meledak dan, ya, di hari itu lah sepatu kananku berhenti bicara
padaku dan mulai mengambil jarak. Mengacuhkan, dan sepatu kiri tidak tahu akan
apa yang harus Ia perbuat.
Sepatu kiri lebih baik mengalah. Ia lelah. Ia tak mau salah
mengambil keputusan. Maka, kubiarkan saja sepatu kananku menggapai mimpinya.
Sebab Aku tidak mau jadi batu penghalang bagi kebahagiaannya. Dan aku cukup bahagia masih bisa melihat sepatu kananku setiap hari. Tapi untuk memberinya perhatian dan peduli, rasanya percuma.
Ternyata lirik terakhir di lagu tulus ada benarnya juga:
“Cinta memang banyak bentuknya, mungkin tak semua bisa bersatu....”
“Cinta memang banyak bentuknya, mungkin tak semua bisa bersatu....”
Untuk bersama-sama pun kita kita tak punya waktu. Apalagi untuk
bersatu?
Untuk seseorang yang pernah melengkapi
Yang pernah membuat nyaman hingga tersadar kalau
ternyata Aku hanya berjuang sendirian
Untuk sepatu kananku,
Kemanapun nantinya kamu akan melangkah.
Sepatu kirimu tetap diam di tempat. Menunggu kaki-kaki
manusia itu mengembalikan kita ke rak yang sama seharusnya.
Dita Amalia,
30/10/2015
0 komentar:
Posting Komentar